Lanjut ke konten

Dua TetEs Air MatA

Mei 16, 2010

Ahmad hidup dengan istri dan anaknya yang masih kecil. Kesusahan menderanya terus menerus. Tak ada pekerjaan yang dilakukannya. Suatu malam tak secuilpun makanan masuk ke dalam perutnya, hati gelisah dan tak bias tidur. Hatinya perih seperti juga perutnya yang keroncongan. Seperti prajurit yang kalah perang, ia lesu, lemah-lunglai dan tek ada harapan. Anaknya menangis seharian. Karena tak ada air susu dari istrinya yang lapar. Sungguh kefakiran ini membuatnya sangat menderita. Timbul pemikiran darinya untuk menjual rumah yang di tempatinya.

Esoknya, usai shalat subuh berjamaah dan berdoa, ia menemui sahabatnya Abdullah  bermaksud menjual rumahku, nanti setelah laku akan ku ganti”,kata Ahmad.

“wahai ahmad …… ambilah bungkusan ini untuk keluargamu dan pulanglah! Nanti aku akan menyusul ke rumahmu membawakan kebutuhanmu itu”, jawab Abdullah cepat. Maka Ahmad pun pulang ke rumah sambil terus merenung untuk menjual rumahnya. Sungguh sakit kalau harus menjual rumah satu-satunya, sekadar untuk makan.” Setelah itu saya akan tinggal dimana?” renung Ahmad.

Ahmad segera memantapkan langkahnya. Kini ia membawa bungkusan makanan untuk keluarganya. Tentu istrinya akan gembira dan anaknya akan tertawa lucu setelah memperoleh air susu.”Terasa nikmat roti yang dibungkus ini tentunya. Sahabat Abdullah memang sangat dermawan, sahabat sejatiku”, desah Ahmad.

Belum sampai setengah perjalanan , tiba-tiba seorang wanita dengan bayi dalam gendongannya menatap iba, “Tuan, berilah kami makanan. Sudah beberapa hari ini kami belum makan. Anak ini anak yatim yang kelaparan, tolonglah, semoga Allah swt merahmati tuan”, ratap ibu itu.

Iba rasa hati Ahmad, ditatapnya bayi yang digendong ibu itu. Tampak wajah yang layu, pucat kelaparan. Wajah yang mengharap belas kasihan, tak mampu Ahmad memandangnya lama-lama. Dibandingkan dengan keluargaku mungkin ibu dan anak ini yang lebih membutuhkan. Biarlah aku akan mencari makanan yanmg lain untuk keluargaku. Ahmad membatin. “ini ambilah bu ….aku tak punya yang lain, semoga dapat meringankan bebanmu, kata Ahmad sambil menyerahkan bungkusan itu.

Dua tetes air mata jatuh dari mata sang ibu, “Terimakasih ….. terimakasih tuan, sungguh tuan telah membantu kami dan semoga Allah membalas budi baik tuan dengan balasan yang besar”,kata si ibu kapada Ahmad.

Ahmad meneruskan perjalanan , kemudian ia beristirahat bersandar di batang pohon sambil merenungi nasibnya , kemudian ia ingat sahabatnya Abdullah telah berjanji akan datang membawakan keperluannya. Abdullah tak pernah ingkar janji sekalipun. Maka bergegas ia pulang dengan perasaan harap harap cemas. Di tengah jalan ia berpapasan dengan sahabatnya Abdullah , “ hai Ahmad kemana saja  engkau, aku mencarimu kesana kemari, aku datang kerumahmu membawakan keperluanmu yang aku janjikan. Namun ditengah jalan aku bertemu dengan seorang saodagar dengan beberapa onta bermuatan penuh. Dia ingin bertemu ayahmu, dia bilang ayahmu pernah memberinya pinjaman 30 tahun yang lalu, setelah jatuh bangun berdagang, sekarang ia sudah menjadi saudagar besar di Bashrah, kini ia ingin mengembalikan uang pinjamannya, keuntungan serta hadiah hadiahnya”, jelas Abdullah, “ pulanglah, harta yang banyak menunggumu dan tidak perlu lagi kau jual rumahmu”.kata Abullah.

Kini Ahmad menjadi orang yang kaya dan juga tidak lupa dia gemar berbuat kebajikan dengan hartanya itu. Di suat malam ia bermimpi, sepertinya amalannya dihisab oleh para malaikat. Maka pertama-tama, dosa dan kesalahanya ditimbang, wajahnya pucat pasi. Betapa berat dosa dosa yang dimilikinya. “ apakah amal kebaikan yang dilakukannya dapat melebihi dosa dosa itu?” piker Ahmad.

Perlahan lahan amal kebajikannya ditimbang, pahala berderma dengan lima ribu dirham hanya ringan-ringan saja , kata malaikat karena harus dipotong oleh kesombongan dan riya. Dan demikian seterusnya , ternyata seluruh amalnya tetap tak bias mengimbangi beratnya dosa yang ia lakukan. Ahmad menangis.

Para malaikat bertanya,”masih adakah amal yang belum ditimbang?”, “masih ada” kata malaikat yang lain. “ masih ada yakni dua amal baik”.

Ternyata salah satunya adalah roti yang diberikannya kepada anak yatim dan ibunya. Makin pucatlah wajah Ahmad.”mana mungkin amalan itu dapat menyeimbangkan dosanya yang berat”, keluhnya. Malaikat pun menimbang roti  itu, ketika ditimbang kemudian timbangan langsung terangkat, betapa beratnya bobot amal itu. Kini timbangan Ahmad tepat seimbang. Wajahnya sedikit tenang. Ia gembira sungguh diluar dugaannya.

“Namun amalan apalagi yang sisanya?, karena ini masih seimbang”, kata Ahmad dalam hati. Maka malaikatpun mandatangkan dua tetes air mata syukur dan terharunya ibu dan anak yatim atas pertolongan Ahmad. Dia tak menyangka kalau tetesan air mata itu dapat dinilai sebagai pahala untuknya, ia bersyukur , para malaikat pun menimbang tetes air mata itu, namun tiba tiba dua tetes air mata itu berubah menjadi air bah bergelombang dan meluas bak lautan, lalu dari dalamnya muncul ikan besar, kemudiaan malaikat menangkap ikan itu dan menimbangnya yang disetarakan dengan amal baik Ahmad.

Ketika ikan menyentuh timbangan , maka seperti bobot yang sangat besar timbanganpun condong kea rah kebaikan.”dia selamat” kata malaikat. Gembiralah Ahmad.”sekiranya aku mementingkan diriku maka tak adalah berat roti dan ikan itu”. Ahmad gembira.

…………………………………………………….

( amal yang ikhlas di tengah kesempitan, bernilai tinggi di mata Allah swt, Bobot suatu amal tidak ditentukan oleh jumlah dan tingkat kesulitan melakukannya, melainkan ditentukan dengan keikhlasannya, Wallahu alam )

No comments yet

Tinggalkan komentar